Senin, 26 November 2012

RUMAH BUBUNGAN TINGGI


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kehidupan yang sangat modern telah banyak membuat perubahan. Tradisi zaman dahulu peninggalan-peninggalan masyarakat adat semakin dilupakan. Setiap yang dilakukan masyarakat pada waktu dulu meningalkan tradisi dan kebudayaan sebagai harta yang berharga.Tetapi pada kenyataannya kurangnya perhatian dan kesadaran akan tradisi dan kebudayaan yang ditinggalkan.
Suku Banjar adalah masyarakat yang tinggal di Kalimantan Selatan. Akan tetapi pengaruh ajaran agama Hindu  masih terasa bahkan sampai sekarang. Masyarakat yang sekarang lebih menyukai keadaan yang sifatnya menghibur, padahal apa yang masyarakat dulu tinggalkan untuk generasi mendatang memiliki makna. Disinilah kita dituntut menjaga harta yang telah ditiggalkan oleh masyarakat terdahulu.
Dari segi bangunan-bangunan manjadikan ini sebagai seni arsitektur kebudayaan banjar yaitu berupa Rumah Bubungan Tinggi. Seiring dengan perkembangannya ruamh ini juga dipengaruhi oleh unsur ajaran agama hindu dan selanjutnya ajaran agama islam hingga sekarang. Bangunan yang sering kita dengar sebagai rumah bagi suku banjar terdahulu.  Bangunan ini sudah sangat sulit untuk kita menemukannya.
Perubahan yang kearah modern ini telah menenggelamkan bangunan bersejarah sebagai asset kebudayaan Banjar. Ini menjadi pikiran kita bersama bagaimana jika sampai tahun yang akan datang tidak ada lagi bangunan-bangunan bersejarah rumah adat banjar.


1.2  Identifikasi Masalah
a.       Mengetahui Sejarah kebudayaan suku Banjar yang ada di Kalimantan Selatan sebagai seni arsitektur  peninggalan bangunan bersejarah yang berupa rumah Bubungan Tinggi.
b.      Mengetahui hubungan akulturasi dan budaya banjar dari segi arsitektur seni dan bangunan melalui arsitektur rumah Bubungan Tinggi.



1.3  Maksud dan Tujuan
Maksud dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui sejarah, fungsi dan pengaruh peninggalan masyarakat yang berupa rumah Bubungan Tinggi. Sedang tujuan dibuatnya makalah ini adalah memenuhi salah satu tugas Maka Kuliah Islam dan Budaya Lokal.






BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Rumah Banjar
            Masyarakat Banjar di Kalimatan Selatan memiliki beberapa rumah adat yang khas dan unik, salah satunya adalah Rumah Bubungan Tinggi. Dulu, rumah adat ini merupakan tempat tinggal Sultan Banjar sehingga menduduki tingkat tertinggi dari seluruh tipe rumah adat Banjar lainnya. Disebut Rumah Bubungan Tinggi karena bubungan atapnya berbentuk lancip dengan sudut 45o menjulang tinggi ke atas. Rumah Bubungan Tinggi ini diperkirakan sudah ada sejak abad ke-16, yaitu ketika daerah Banjar dipimpin oleh Sultan Suriansyah atau yang bergelar Panembahan Batu Habang (1596–1620 Masehi).
            Rumah banjar bubungan tinggi adalah bangunan yang tertua dari seluruh tipe rumah tradisional. Pada masa kerajaan banjar, Bubungan tinggi dikenal sebagai istana sultan Banjar. Oleh karena itu, rumah ini dinilai sebagai bangunan yang paling  utama dari rumah-rumah adat lainnya. Rumah ini menjadi salah satu rumah tradisional suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan dan bisa dibilang merupakan ikonnya Rumah Banjar karena jenis rumah inilah yang paling terkenal karena menjadi maskot rumah adat khas provinsi Kalimantan Selatan. Di dalam kompleks keraton Banjar dahulu kala bangunan rumah Bubungan Tinggi merupakan istana kediaman raja (bahasa Jawa: kedhaton).
2.2  Konstruksi Bangunan Rumah Bubungan Tinggi
Konstruksi rumah adat Bubungan Tinggi ini dibuat dengan bahan kayu. Faktor alam Kalimantan yang penuh dengan hutan telah memberikan bahan konstruksi yang melimpah kepada mereka, yaitu kayu. Sesuai dengan bentuk serta konstruksi bangunan rumah adat Banjar tersebut maka hanya kayulah yang merupakan bahan yang tepat dan sesuai dengan konstruksi bangunannya.
Pada mulanya, konstruksi Rumah Bubungan Tinggi berbentuk segi empat yang memanjang ke depan. Namun dalam perkembangannya, bangunan tersebut mendapat tambahan pada bagian belakang maupun pada sisi kanan dan kirinya. Untuk bagian belakang diberi tambahan sebuah ruangan yang berukuran sama panjang atau biasa disebut dengan disumbi. Sedangkan pada bagian sisi kanan dan kiri diberi tambahan bangunan yang menempel (pisang sasikat) pada bangunan induk yang menjorok ke samping dan dikenal dengan istilah anjungan. Itulah sebabnya rumah adat Banjar ini disebut juga Rumah Ba-anjung.  Ciri-cirinya:
a.        Tubuh bangunan besar yang memanjang lurus kedepan sebagai bangunan induk serta memiliki tiang-tiang yang tinggi.
b.      Bagian bangunan yang tampak seperti menempel pada bagian kiri dan kanan agak kebelakang yang disebut anjung. Dalam istilah Banjar konstruksi ini disebut Pisang sasikat. (pisang sasisir).
c.       Bubungan atap yang tinggi melancip tersebut disebut bubungan tinggi dengan konstruksi atap pelana (Zadeldak) yang membentuk sudut sekitar 45 derajat.
d.      Bangunan atap yang memanjang kedepan disebut atap sindang langit.
e.       Bubungan atap bagian yang menurunkan  kebelakang disebut atap hambin awan
Pada perkembangan selanjutnya, Rumah Bubungan Tinggi tidak lagi menjadi ciri khas sebagai rumah tinggal Sultan Banjar seiring dengan munculnya bangunan-bangunan yang meniru bentuk rumah adat ini, baik di sekitar keraton maupun di daerah-daerah lain. Bangunan rumah tersebut pada awalnya hanya milik para bangsawan dan para saudagar kaya, kemudian diikuti oleh masyarakat Banjar pada umumnya. Kini, Rumah Bubungan Tinggi telah menjadi ciri khas bangunan rumah seluruh penduduk Kalimantan Selatan, khususnya masyarakat Banjar.
    http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/8/8e/Tampak_Samping_Bubungan_Tinggi_Teluk_Selong_Martapura.JPG/200px-Tampak_Samping_Bubungan_Tinggi_Teluk_Selong_Martapura.JPG
Secara umum, hampir seluruh bagian dari bangunan rumah adat Banjar terbuat dari kayu. Khusus bagian fondasi digunakan kayu naga atau kayu galam (yang tahan di tanah lumpur selama puluhan bahkan ratusan tahun) karena daerah Banjar berada di atas rawa-rawa berlumpur. Sementara itu, bagian kerangka, lantai, dan dinding, umumnya menggunakan kayu ulin, kayu damar putih, dan kayu lanan. Demikian juga atapnya yang terbuat dari sirap juga menggunakan bahan kayu ulin atau atap rumbia.

2.3  Hubungan Akulturasi dengan Budaya Banjar Melalui Rumah Bubungan Tinggi
Rumah bagi masyarakat Banjar bukan sekadar tempat berlindung, tetapi juga merupakan ekspresi kebudayaan (kearifan lokal), keyakinan, serta bentuk harapan. Semua bentuk ekspresi tersebut diwujudkan mulai dari tata cara mendirikan rumah, bentuk rumah, hingga ornamen-ornamennya. Ekspresi kebudayaan terlihat pada tata cara menentukan ukuran panjang dan lebar rumah yang harus menggunakan ukuran depa suami (depa: satuan ukuran yang diukur sepanjang kedua belah tangan mendepang dari ujung jari tengah kiri sampai ke ujung jari tengah kanan, atau sekitar enam kaki (±1,8 meter) dalam jumlah ganjil dengan harapan rumah dan penghuninya kelak akan mendapatkan kedamaian dan keharmonisan. Selain itu, baik dan buruknya ukuran sebuah rumah juga ditentukan oleh delapan lambang binatang, yaitu naga, asap, singa, anjing, sapi, keledai, gajah, dan gagak. Panjang ideal sebuah rumah dilambangkan oleh naga, sedangkan lebar ideal dilambangkan oleh gajah.
Masyarakat Banjar adalah masyarakat yang terjadi dari pencampuran suku Dayak, Jawa, Melayu, dan Bugis yang mendiami wilayah Kalimantan Selatan. Mayoritasnya kebanyakan masyarakat Banjar memeluk agama Islam. Tentang pengaruh yang ditimbulkan agama Islam pada interior rumah Bubungan Tinggi, di desa Telok Selong kecamatan Martapura Kalimantan Selatan. Interior yang diteliti meliputi organisasi ruang, elemen pembentuk ruang, dan elemen dekoratif. Karena obyek penelitian sudah ditentukan maka digunakan bentuk penelitian terpancang dengan studi kasus tunggal. Agama Islam sebagai sistem religi yang merupakan salah satu unsur kebudayaan, tercermin pada interior rumah Bubungan Tinggi yang merupakan salah satu bentuk dari wujud kebudayaan. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa memang terdapat pengaruh Islam pada rumah Bubungan Tinggi.
Dari segi fisik, bentuk bangunan Rumah Bubungan Tinggi diibaratkan tubuh manusia yang terdiri dari 3 bagian. Secara vertikal, rumah adat yang berbentuk rumah panggung ini terdiri dari kolong rumah (bawah) yang melambangkan kaki, badan rumah (tengah) yang melambangkan badan, dan atap rumah (atas) yang melambangkan melambangkan kepala. Secara horizantal, anjungan yang berada di sisi kanan dan kiri melambangkan tangan kanan dan kiri.
Dari segi filosofi, bentuk rumah melambangkan perpaduan antara dunia atas dan bawah, sedangkan penghuninya berada di antara kedua dunia tersebut. Filosofi ini lahir dari kepercayaan Kaharingan pada suku Dayak bahwa alam semesta terdiri dari dua bagian yaitu alam atas dan bawah. Wujud filosofi ini terlihat pada ornamen-ornamen rumah adat Banjar seperti ukiran burung enggang sebagai lambang dunia atas, dan ukiran naga sebagai lambang dunia bawah.
Selain itu, ornamen-ornamen yang ada pada bangunan Rumah Bubungan Tinggi juga dipengaruhi oleh unsur budaya suku Dayak dan Islam. Ornamen yang dipengaruhi oleh unsur budaya suku Dayak umumnya menggunakan motif flora dan fauna, seperti buah manggis, belimbing, mengkudu, dan nanas. Sedangkan motif tanaman yang digunakan memiliki manfaat, baik untuk bahan makanan maupun obat-obatan seperti tanaman kangkung, jamur, cengkeh, tunas bambu (rebung), sirih, sebagainya. Ada juga yang menggunakan motif dari tanaman yang biasa digunakan dalam upacara-upacara adat seperti bunga cempaka, kenanga, pakis, mawar, dan sebagainya. Sementara itu, unsur budaya Islam terlihat pada ukiran-ukiran kaligrafi Arab seperti kalimat syahadat, nama-nama khalifah, shalawat, maupun ayat-ayat tertentu dalam Al Quran.
.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
            Masuknya agama Islam di Kalimantan Selatan, khususnya pada masyarakat Banjar membawa pengaruh pada perwujudan interior rumah Bubungan Tinggi di Desa Telok Selong, Kalimantan Selatan. Nilai-nilai Islam mempengaruhi perubahan cara pandang masyarakat Banjarterhadap penerapan elemen-elemen interior rumah Bubungan Tinggi seperti penambahan fungsi ruang untuk beribadah tanpa elemen dekoratif. Bentuk-bentuk elemen dekoratif yang tidak memvisualisasikan makhluk hidup adalah pengaruh nilai Islam yang sangat jelas di rumah Bubungan Tinggi ini. Selain adanya motif kaligrafi sebagai upaya masyarakat Banjar untuk mengurai dan mengingat ayat-ayat suci Al-Qur’an dalam kehidupannya dan menghormati keberadan Allah maupun Rasullulah.
Pengaruh yang paling dominan terlihat pada elemen dekoratifnya, baik dari jenis, tatanan maupun peletakkannya. Hal ini berarti rumah sebagai wadah aktifitas penghuninya baik aktifitas jasmani maupun rohani merupakan bentuk fisik kebudayaan, yang tentu saja mewujudkan bentuk-bentuk khusus dari pola pikir penghuninya. Religi sebagai tuntunan dan acuan hidup tentu saja juga mempengaruhi pola pikir umatnya. Di sini terjadi suatu sistem yang saling melengkapi, baik rumah yang memiliki peran terhadap pemenuhan tuntutan suatu religi maupun religi yang memiliki peran terhadap proses pembentukan suatu bangunan tradisional atau rumah adat.



DAFTAR PUSTAKA
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. 2005. Urang Banjar dan Kedubayaannya. Badan penelitian dan pengembangan daerah provinsi Kalimantan Selatan.
Departemen Pendidikian dan Kebudayaan. 1981. Rumah Tradisional Rumah Bubungan Tinggi. Proyek Pengembangan Permuseuman Kalimantan Selatan.

http://id.wikipedia.org/wiki/Bubungan_Tinggi
http://www.indonesiawonder.com/id/tour/wisata-budaya/rumah-adat-bubungan-tinggi
http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Bubungan_Tinggi
http://puslit.petra.ac.id/files/published/journals/INT/INT040202/INT04020203.pdf


































1 komentar:

  1. How to make money online with Betfair - Work-to-Earn
    Betfair is one of the oldest online bookmakers, founded in 1934. It is หารายได้เสริม one 바카라 사이트 of the oldest, choegocasino most famous bookmakers, providing both the betting exchange and

    BalasHapus